Legenda Telaga Warna


Telaga Warna ditetapkan sebagai Cagar Alam (CA) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 481/Kpts/Um/6/1981 tanggal 9 Juni 1959. Luas telaga ini adalah 268,25 ha. Kemudian sebagian areal telaga, berubah fungsinya menjadi Taman Wisata Alam (TWA) seluas 5 ha. Telaga Warna terletak di sekitar puncak pass dan tidak jauh dari jalan raya bogor Cianjur, yang secara administrative termasuk dlam desa Tugu, kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor.

Zaman dahulu, ada sebuah kerajaan di Jawa barat yang bernama Kutatanggeuhan. Rajany bernama Prabu Suwarnalaya dan memiliki permaisuri yang bernama ratu Purbamanah. Prabu Suwarnalaya adalah raja yang baik dan bijaksana.
Ia sangat memperhatikan kesejahteraan rakyatnya. Prabu Suwarnalaya juga sangat mendukung kegiatan pertanian raknyatnya, bahkan sering terlibat langsung untuk turun ke lading. Tak heran, kalau negeri itu makmur dan tentram. Tak ada penduduk yang lapar di negeri itu.
Sayangnya, walaupun kerajaannya makmur, raja dan permaisuri merasa ada yang kurang dengan kerajaan mereka. Prabu Swarnalaya dan Istrinya belum memiliki anak. Karena itu mereka sangat sedih. Pada suatu hari Prabu Swarnalaya melihat permaisuri sedang menangis tersedu-sedu di kamarnya.
“Permaisuriku, kenapa kau menangis?” Tanya Prabu Swarnalaya.
“Hu hu hu hu hu hu, suamiku, sudah lama kita menikah, namun belum juga kita dianugrahi seorang putra, dinda sangat sedih, dinda sudah tidak sabar ingin menimang seorang putra” kata Ratu Purbamanah sambil menangis.
“Sabarlah permaisuriku,” jawab Prabu Swarnalaya.
“Hu hu hu hu, kita telah cukup bersabara,  suamiku. Segala macam ramuan telah ku coba, segala macam ajian telah kau berikan, tetapi kenapa tidak ada hasilnya. Sebenarnya apa ada yang salah dengan diri dinda?” kata Ratu Purbamanah.
“Hmmm, sabarlah, permaisuriku. Sabar kita tidak boleh merasa sedih dan berputus asa” kata Prabu Swarnalaya menenangkan istrinya.
Ketika kesedihan tidak tertahankan, Prabu Swarnalaya memutuskan untuk bertapa. Maka, pergilah ia ke tempat sunyi di dalam hutan. Berminggu-minggu beliau bertapa. Berdoa agar dkaruniai anak.
“Ya Tuhan, di hutan sunyi ini aku memohon padamu sebuah permintaan,” kata Prabu Swarnalaya.
Hingga suatu ketika, antara sadar dan tidak, beliau mendengar suara yang memberitahukan sesuatu padanya.
“Prabu Swarnalaya, apa yang kau inginkan hingga kau pertapa?”
“Hamba mengiginkan seorang anak, anak sendiri, darah daging sendiri,” jawab Prabu Swarnalaya.
“Kau hanya menginginkan anak dari darah dagingmu sendiri?” suara itu terdengar lagi.
“Ya, aku dan permaisuri sangat ingin mempunyai anak darah daging sendiri,” kata Prabu Swarnalaya.
“Sekarrang pulanglah kau kembali ke Istana,” lanjut suara itu.
Saat itu juga Prabu Swarnalaya bergegas pulang. Hatinya senang bukan kepalang. Ia merasa harapan baru dating. Harapan bahwa ia akan  segera mempunyai seorang anak kandung. Beberapa bulan kemudian, keinginan mereka terkabul. Ratu pun mulai hamil. Seluruh rakyat dikerajaan itu senang sekali. Mereka membanjiri istana dengan hadiah.
Sembilan bulan kemudian, ratu melahirkan seorang putri. Sang Putri diberi nama Putri Gilang Rinukmi. Kelahiran Putri Gilang rinukmi dismabut pesta tujuh hari tujuh malam. Seluruh kerajaan bergembira.
Belasan tahun kemudian, Putri itu sudah menjadi remaja yang cantik. Prabu dan Ratu sangat menyanyangi Putrinya. Mereka memberi apapun yang putri inginkan. Namun itu membuatnya menjadi gadis yang menja. Kalau keinginanya tidak dipenuhi, gadis itu akan marah. Ia bahkan sering berkata kasar. Walupun begitu, orang tua dan rakyat dikerajaan itu mencintainya.
Hari berlalu, Putri Gilang Rinukmi pun tumbuh menjadi gadis cantik di seluruh Negeri. Dalam beberapa hari lagi, Putri akan berusia 17 tahun. Maka para penduduk di negeri itu pergi ke istana. Mereka membawa aneka hadiah yang sangat indah.
Prabu mengumpulkan hadiah-hadiah itu, lalu menyimpannya dalam ruangan istana. Sewaktu-waktu, ia bias menggunakannya untuk kepentingan rakyat.
Prabu hanya mengambil sedikit emas dan permata. Kemudian emas dan permata itu ia bawa ke ahli perhiasan.
“Tolong, buatkan kalung yang sangat indah untuk putriku,” kata Prabu. “Dengan senang hati, yang mulia,” sahut ahli perhiasan.
Ahli perhiasan tersebut bekerja dengan sepenuh hati. Ia ingin menciptakan kalung yang paling indah di Dunia, karena ia sangat menyanyangi Putri Gilang Rinukmi.
Hari Ulang Tahun pun tiba. Penduduk Negeri berkumpul di alun-alun istana. Ketika Prabu dan Ratu dating, penduduk negeri menyambutnya dengan gembira.
Sambutan hangat makin terdengar, ketika putri Gilang Rinukmi yang cantik jelita muncul di hadapan semua orang. Semua orang mengagumi kecantikannya.
Prabu lalu bangkit dari kursinya. Kalung yang indah sudah di pegangnya.
“Putriku tercinta, hari ini aku berikan kalung ini untukmu. Kalung ini pemberian orang-orang dari penjuru negeri. Mereka sangat mencintaaimu. Mereka mempersembahkan hadiah ini, karena mereka gembira melihatmu tumbuh jadi dewasa. Pakailah kalung ini, Nak,” kata Prabu Swarnalaya.
Putri Gilang Rinukmi menerima kalung ini. Lalu ia melihat kalung itu sekilas. Tiba-tiba ia berkata “Aku tak mau memakaimya. Kalung ini jelek!” seru Putri Gilang Rinukmi sambil melempar kalung itu.
Kalung yang indah itu pun jatuh berderai ke lantai. Emas dan permatanya tersebar di lantai. Hal itu sungguh mengejutkan. Tak seorangpun menyangka, Putri Gilang Rinukmi akan berbuat seperti itu. Tak seorang pun bicara.
Suasana hening. Tiba-tiba terdengar tangisan ratu. Tangisannya diikuti oleh semua orang.
Secara mengejutkan, munculah mata air dari halaman istana. Mula-mula membentuk kolam kecil. Lalu istana mulai banjir. Raja, Ratu, Putri Gilang Rinukmi dan para pegawai Istana serta para penduduk negeri lari pontang-panting untuk menyelamatkan diri dari kepungain air. Namun usaha mereka sia-sia, istana segera dipenuhi air bagai danau. Lalu danau itu makin besar dan menenggelamkan istana beserta seluruh orang di dalamnya.
Sekarang, di hari yang cerah, kita bias melihat danau itu penuh warna yang indah dan mengagumkan. Warna itu berasal dari banyangan hutan, tanaman, bunga-bunga, dan langit disekitar telaga. Namun orang mengatakan, warna-warna itu berasal dari kalung Putri Gilang Rinukmi yang tersebar di dasar telaga. Telaga itu lalu dikenal dengan nama Telaga Warna.

No comments:

Post a Comment